Senin, 05 April 2010

Memberantas Judi dengan Perda?

Oleh: HM Harminto AP

SALAH satu program seratus hari Gubernur Mardiyanto dan Wakil Gubernur Ali Mufiz ialah pemberantasan perjudian di Jawa Tengah, sebagaimana disampaikan waktu penyampaian visi dan misi, baik pada saat debat publik maupun di depan rapat pleno DPRD menjelang pemilihan gubernur dan wakil.

Penyakit masyarakat yang satu ini memang sangat sulit diberantas. Beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan judi terkait dengan masalah akhlak. Masyarakat yang teguh memegang prinsip agama, tentu akan menjunjung tinggi akhlak mulia dan menjauh, bahkan membenci judi. Karena itu, tepat sekali Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kita memasukkan perjudian dalam bab XIV, yaitu bab tentang kejahatan terhadap kesusilaan, karena masalah akhlak berkaitan erat dengan masalah susila atau moral.

Seorang penjudi pada umumnya juga erat keterkaitannya dengan perbuatan amoral lain, sehingga masyarakat Jawa memasukkan perjudian dalam kelompok malima: madat, main (judi), madon, maling, minum (mabuk). Seorang penjudi yang kebetulan "beruntung" memperoleh rezeki haram akan menghabiskan uangnya untuk berfoya-foya di tempat yang haram pula, sedangkan untuk kepentingan keluarga sebagian kecil saja. Belum ada cerita orang menjadi kaya karena judi.

Pengertian Judi

KUHP dalam Pasal 303 ayat 3 menyatakan yang dimaksud judi ialah permainan yang berdasarkan untung-untungan semata, misalnya pemasangan nomor pada judi togel dan menebak nomor mobil. Juga permainan yang berdasarkan kemahiran disertai pertaruhan, misalnya permainan biliar dengan taruhan.

Dikatakan berjudi pula mereka yang tidak ikut bermain biliar tapi ikut bertaruh. Demikian juga lomba burung berkicau, bisa dijadikan media judi. Dari pasal dan ayat ini, pengertian judi cukup luas.

Pasal 303 KUHP, selain memberikan kriteria judi, juga memberikan ancaman hukuman bagi mereka yang memberikan kesempatan dan/atau menawarkan kepada khalayak umum untuk melakukan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.

Adapun ancaman pidana bagi mereka yang memberikan fasilitas untuk berjudi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian adalah pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak Rp 25 juta.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat ditarik simpulan, penjual nomor, pengepul, dan bandar semuanya dapat terkena pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 303.

Judi Togel

Perjudian yang sedang merebak di Jawa Tenegah ialah judi toto gelap (togel). Kios-kios penjual togel bertebaran di mana-mana, di jalan-jalan, dan gang-gang di kampung. Setiap sore selepas magrib sampai larut malam kios togel ramai dikunjungi penggemarnya, tidak terbatas orang tua tetapi juga anak-anak muda. Mereka dengan tekun mengotak-atik nomor yang diperkirakan akan keluar pada tengah malam.

Terhadap kios-kios togel memang sering dilakukan penggerebekan, tapi biasanya yang terkena hanya beberapa kios, karena yang lain tutup pada saat dilakukan razia. Mungkin pada umumnya mereka telah menerima bocoran. Dari siapa bocoran tersebut, tentu dari yang paling tahu kapan akan dilakukan penggerebekan.

Benar yang dikatakan Drs Ali Mufiz MPA bahwa dalam hukum acara pidana, untuk menindak kejahatan diperlukan alat bukti yang sah dan tentu juga cukup kuat serta akurat. Dalam pemberantasan judi togel, ada tiga komponen yang terlibat, yaitu pengecer, pengepul, dan bandar. Menurut beliau, pengecer dan bandar tidak saling mengenal, jadi seolah-olah ada mata rantai yang terputus. Hal inilah yang menyebabkan penindakan terhadap perjudian togel sulit dibuktikan.

Apakah benar demikian? Bukankah pengepul setor uang yang dikumpulkan dari pengecer kepada bandar? Jadi, sebenarnya untuk mengetahui bandarnya, tangkap saja para pengepul dan suruh bernyanyi kepada siapa uang itu disetorkan dan yang menerima setoran terakhir itulah bandarnya. Jadi, menindak bandar judi togel sebenarnya tidak telalu sulit, tinggal niat dan tekad aparat kepolisian sebagai penyidik untuk menindaknya.

Tidak perlu antara pengecer, pengepul, dan bandar saling mengenal sebagaimana dikatakan oleh Drs Ali Mufiz MPA.

Memang untuk memberantas perjudian togel, tiga komponen itu harus ditindak tegas, terutama bandarnya. Kalau sampai saat ini bandar belum pernah ditindak, tentu timbul pertanyaan besar, ada apa gerangan? Selain itu, mereka yang memberikan perlindungan atau menjadi beking perjudian perlu ditindak tegas.

Payung Hukum

Kalau dikatakan bahwa untuk penindakan kejahatan perjudian belum ada payung hukumnya, itu tidak benar sama sekali. Bukankah Pasal 303 KUHP beserta dengan ayat-ayatnya merupakan payung hukum yang cukup kuat? Tinggal memanfaatkan secara maksimal pasal tersebut dan tentu saja iktikad baik para pelaksananya, terutama kepolisian.

Tekad Gubernur Jawa Tengah yang baru untuk memberantas perjudian sampai ke akar-akarnya perlu kita dukung, tapi apakah perlu membuat perda tentang pemberantasan perjudian sebagai perangkat hukum baru untuk melaksanakan tekadnya itu?

Bukankah KUHP merupakan undang-undang yang tingkatnya lebih tinggi dari peraturan daerah dan sudah cukup memadai? Jadi, kalau ada perangkat peraturan daerah yang baru, kemungkinan justru akan timbul kerancuan.

Sangat mengherankan yang dikatakan oleh Wakil Gubernur (ketika belum dilantik) bahwa perda akan mencantumkan pelarangan tempat-tempat perjudian (SM, 19/8/2003). Logikanya, kalau ada tempat yang dilarang, tentu ada tempat yang diizinkan. Setahu penulis, tidak ada satu jengkal tanah pun di Indonesia yang mendapat izin untuk dijadikan tempat perjudian.

Kalau nanti perda mengatur tempat-tempat yang diizinkan sebagai tempat judi, apakah ini tidak berarti pemerintah provinsi melegalkan perjudian? Hal ini sangat bertentangan dengan KUHP Pasal 303.

Adapun untuk pemberdayaan aparatur penegak hukum, cukup dengan koordinasi yang rapi dan sistematis, juga menanamkan disiplin yang kuat serta mental agama yang tangguh. Semua aparat yang bertanggung jawab terhadap pemberantasan judi harus mempunyai tekad dan bahasa yang sama dan penindakan tegas terhadap aparat hukum yang nakal.

Selain itu, para pelaku perjudian, baik pengecer, pengepul, pembeli, apalagi bandar, benar-benar ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, diadili dan kalau terbukti dijebloskan ke penjara. Jadi, kata kuncinya ialah penegakan supremasi hukum. Kalau ini bisa dilaksanakan, insya Allah Jawa Tengah akan menjadi satu-satunya provinsi tanpa judi.

Lokalisasi Perjudian

Ide melokalisasi perjudian merupakan ide yang sudah lama dikemukakan berbagai kalangan. Kelihatannya ide yang cukup bagus. Sebab, dengan ide tersebut perjudian dapat ditekan perkembangannya, tidak menyebar ke mana-mana. Selain itu, dapat dikenai pajak yang tinggi, sehingga ada pemasukan bagi pemerintah provinsi.

Ide ini kelihatannya mengacu pada yang dilakukan oleh negara jiran Malaysia. Di negara itu perjudian ditempatkan di sebuah pulau yang bernama Genting Land. Di pulau itu segala bentuk perjudian digelar dengan penjagaan dan disiplin yang sangat ketat. Orang Islam dilarang masuk, demikian juga warga negara Malaysia.

Jadi, lokalisasi ini diperuntukkan bagi warga negara asing non-Islam. Penyebaran dampak negatifnya juga tidak ada, misalnya judi buntutan. Di jalan-jalan tidak tampak penjual judi buntutan, tidak seperti di Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya. Judi togel yang merambah ke pelosok-pelosok Jawa Tengah, informasinya merupakan buntutan dari judi pacuan kuda dari Singapura.

Kalau di Jawa Tengah ada lokalisasi judi, apakah tidak subur kios-kios liar yang menjual judi buntutan? Perlu kita pertanyakan pula kesiapan aparat hukum untuk menangkal dampak negatif dari lokalisasi judi.

Kalau perda yang akan disusun arahnya akan melegalisasi lokalisasi perjudian, sebaiknya campakkan jauh-jauh, karena dampak negatifnya lebih besar daripada manfaatnya. Bukankah Allah SWT telah memperingatkan dalam Surat Al Baqarah ayat 219, "Mereka menanyakan kepadamu tentang khamr (minuman keras) dan judi. Katakanlah, 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, sedang dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." Tanpa maksud menggurui, tentu Pak Ali Mufiz sangat memahami makna ayat ini.

Peran Masyarakat

Penting artinya keikutsertaan masyarakat dalam pemberantasan judi, khususnya judi tradisional, yang biasanya dilakukan saat ada hajatan. Perjudian semacam ini dilakukan secara sporadis, tempatnya tidak menentu, dan bandarnya bisa berganti-ganti.

Demikian juga para pemuka agama, ulama, khususnya dalam pencegahan secara preventif, peningkatan iman dan takwa sehingga masyarakat tahu benar mana yang haram dan mana yang halal. Pak Ali Mufiz sangat mahfum masalah ini, karena beliau seorang ulama.

Akhirnya penulis mengucapkan selamat bertugas dan selamat beri-jihad fi sabilillah, perang melawan salah satu kemungkaran. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk jalan yang benar kepada pasangan gubernur dan wakilnya. Amin. (18c)

- HM Harminto AP, anggota DPR RI, fungsionaris KIPP Nas (Komite Independen Penyelamat Pembangunan Nasional)> Suara merdeka (perekat Komonitas jawa tengah)Rabu 27 Agustus 2003

0 komentar:

Posting Komentar